Kaltim Jadi Motor Digital Kalimantan, Transaksi QRIS Tembus Rp5,9 Triliun

HALLONESIA.ID, SAMARINDA — Transformasi digital di Kalimantan Timur (Kaltim) kini tak lagi sekadar wacana. Di tengah geliat ekonomi daerah dan meningkatnya gaya hidup tanpa uang tunai, provinsi ini menjelma menjadi salah satu pusat pergerakan finansial digital di Indonesia.

Hingga pertengahan 2025, nilai transaksi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) di Kaltim menembus Rp5,92 triliun, yang menyumbang lebih dari setengah total transaksi QRIS di seluruh Kalimantan. Angka ini mencerminkan bukan hanya lonjakan transaksi, tapi juga perubahan budaya ekonomi masyarakat.

“Transaksi QRIS di Kaltim tumbuh 173 persen hingga tahun ini. Kontribusinya mencapai 53 persen dari seluruh transaksi QRIS di Kalimantan. Artinya, Kaltim menjadi penopang utama digitalisasi sistem pembayaran di kawasan regional,” ujar Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Kaltim, Agus Taufik, dalam Talkshow Kaltim Digifest 2025 bertajuk “Di Balik Layar: Siapa Jaga Data Kita”, yang digelar di Kantor Perwakilan BI Kaltim, Samarinda, Jumat (29/8/2025).

Menurut Agus, fenomena ini tak bisa dilepaskan dari tiga hal utama: tingginya akseptasi digital masyarakat, kesiapan pelaku usaha, dan keseriusan pemerintah daerah dalam mendorong elektronifikasi transaksi.

Dari sisi masyarakat, kesadaran digital di Kaltim tergolong tinggi. Data Katadata menunjukkan indeks literasi digital Kaltim mencapai 3,62, di atas rata-rata nasional (3,4). Bahkan, lebih dari 213 ribu warga Kaltim kini rutin bertransaksi dengan QRIS — sekitar 1 dari 5 penduduk.

“Masyarakat kita cukup adaptif terhadap perubahan. Ini modal besar untuk masa depan ekonomi digital,” ungkap Agus.

Bagi pelaku UMKM, transformasi digital bukan lagi sekadar tren, tapi kebutuhan. Pencatatan transaksi otomatis membantu pengusaha kecil membangun rekam jejak keuangan yang valid, sehingga akses pembiayaan ke bank menjadi lebih mudah.

“Dengan QRIS, data transaksi terekam rapi. Ini membantu UMKM tumbuh lebih cepat dan efisien,” jelasnya.

Digitalisasi juga merambah sektor publik. Melalui Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD), seluruh pemerintah daerah di Kaltim kini sudah mencapai level tertinggi dalam Indeks Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (IETPD) dengan tercatat 100 persen digital. Masyarakat bisa membayar pajak atau retribusi tanpa antre, cukup lewat kanal daring.

Namun, di balik kemajuan itu, ada catatan penting: keamanan digital. Perkembangan sistem pembayaran nontunai menuntut kewaspadaan ekstra terhadap kejahatan siber dan penipuan berbasis AI.

“Digitalisasi memang cepat dan mudah, tapi tetap harus aman. Masyarakat perlu terus diedukasi agar tak jadi korban kejahatan digital,” tegas Agus.

Meski begitu, optimisme tetap mengalir. Kaltim tak hanya menyalakan mesin digitalisasi ekonomi Kalimantan, tapi juga menyiapkan fondasi masa depan inklusi keuangan yang lebih kuat.

“Digitalisasi bukan sekadar soal teknologi, tapi cara baru membangun kepercayaan dan efisiensi,” ujar Agus.

“Jika semua pihak terus berkolaborasi, Kaltim bisa jadi model transformasi digital daerah yang paling progresif di Indonesia.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke atas