HALLONESIA.ID — Samarinda mungkin bukan Nashville, tapi di kota tepian ini, seorang cowboy lahir bukan dari ladang atau padang pasir—melainkan dari jalanan beraspal yang panas dan penuh tabrakan kepentingan. Namanya Ovan Anggono, rapper asal Samarinda yang tak pernah betah diam di satu jalur. Ia datang lagi dengan single terbaru, “Cowboyz Kota”, yang dirilis 23 April 2025.
Deru mesin motor custom dan dentum kick-snare jadi pembuka kisahnya. Tapi di balik semua itu, Cowboyz Kota bukan sekadar lagu tentang kebebasan di atas roda. Ia adalah refleksi hidup, semacam memoar terbuka tentang kesadaran, pertemanan, dan bagaimana manusia bertahan di tengah hiruk pikuk kota yang makin kehilangan arah.
“Bukan lagu gaya-gayaan, tapi ini gaya hidup,” tegas Ovan, yang sejak awal kariernya selalu menolak dikurung dalam stereotip rapper lokal.

Dalam Cowboyz Kota, Ovan masih setia dengan jalur conscious rap yang membentuk identitasnya sejak single perdana “Bawa Kembali” (2023). Tapi kali ini, ada sesuatu yang lebih dalam. Seolah ia sudah berdamai dengan kebisingan, dan justru menemukan filosofi di baliknya.
Lagu ini lahir dari percakapan-percakapan panjang di antara komunitas motor custom. “Kami sering bahas banyak hal, dari seni, politik, sampai cara hidup,” ungkapnya. “Dari situ saya coba tulis lirik yang bisa mewakili semangat itu.”
Setiap bait terasa seperti jurnal perjalanan: jujur, kasar, tapi apa adanya. Ia tak hanya menulis tentang jalanan, tapi tentang bagaimana manusia menavigasi hidup di atasnya. Cowboyz Kota mengalir dengan energi liar, tapi tetap punya arah.
Untuk memperkaya tekstur suara, Ovan menggandeng Jeri Rahmadani di gitar elektrik—petikannya memberi nuansa bluesy yang dingin sekaligus menggigit. Proses mastering diserahkan kepada Angga alias SNDSTRZ, produser asal Jawa Timur yang dikenal karena sentuhan analog-nya yang hangat dan organik.
Namun inti lagu ini bukan pada bunyinya, melainkan pada kesadarannya. Ovan berbicara tentang keberanian untuk hidup dengan rasa, bukan sekadar bertahan.
“Hidup ini membosankan tanpa rasa,” ujarnya. “Apa pun yang kalian lakukan, lakukanlah dengan penuh kesadaran agar tidak terasa membosankan.”
Di balik helm dan suara mesin, Cowboyz Kota menemukan bentuknya: bukan anthem pemberontak tanpa arah, melainkan pernyataan eksistensial. Sebuah pengingat bahwa kebebasan sejati bukan soal melawan aturan, tapi memahami arah hidup di tengah kekacauan.
“Selagi kita masih menunggang kuda besi,” tutup Ovan dengan nada yakin, “kita semua adalah Cowboyz Kota.” (*)

